Senin, 06 Desember 2010

Legenda Delapan Dewa: Lu Dongbin

Lu Dongbin, dari Daerah Yong Le pada Dinasti Tang, bermarga Lu dan bernama Pin. Ketika berusia 20 tahun, Dia diberi nama Dongbin. Kebiasaan ini merupakan sebuah tradisi pada masa itu. Ayahnya, Lu Rang, adalah gubernur dari Daerah Hai. Lu Dongbin lahir pada hari ke-empat belas, bulan ke empat, tahun ke-empat belas tahun Zhen Yuan. Julukannya adalah ‘Chun Yang Zi’.
Diceritakan bahwa ketika Lu Dongbin lahir, alunan musik surga dan wangi semerbak memenuhi ruangan. Kemudian, seekor bangau putih turun dari langit dan menghilang saat menembus tirai tempat tidur. Menurut cerita, Lu Dongbin terlahir dengan keistimewaan fisik. Wajahnya oval berkulit halus, karakter kuat, tubuh tegap, punggung kuat dan mata yang indah dengan alis tebal. Selain itu, lehernya ramping dengan tulang pipi yang tinggi, dahi lebar, hidung lurus, kulit coklat bersih dan tahi lalat di bawah mata kirinya.
Dia sangatlah pintar dengan memori yang sangat baik sejak kecil. Saat dewasa, Lu Dongbin tingginya delapan kaki dan dua inchi, dengan sedikit bekas cacar air, kulit wajah kuning terang, kumis dan jenggot. Lu Dongbin sangat suka mengenakan tutup kepala Hua Yang. Pada tahun Huichang Dinasti Tang, sesuai dengan perintah orang tuanya, Dia pergi ke kota Chang An untuk mengikuti ujian sebagai calon pejabat pemerintahan.
Suatu hari, saat berjalan-jalan di Chang An, Dia melihat seorang pendeta Tao berjubah biru-putih, menulis Jue Ju di sebuah dinding. Jue Ju adalah sajak empat baris, dengan lima hingga tujuh karakter di setiap baris.
Syair pertama:
‘Selalu memegang kendi saat duduk atau berbaring santai,
tidak hirau terhadap apapun yang terjadi di Chan An,
Alam semesta tak terbatas dan tanpa nama,
Berkeliling melihat rakyat menjadikan seorang bermartabat.’
Syair Kedua:
‘Tidaklah mudah bertemu Dewa sejati,
Ketika bertemu, akan Aku ikuti ke manapun Dia pergi.
Orang jaman dulu mengatakan, tempat tinggal para dewa menyatu dengan lautan maha luas,
Hanya dikenali dari puncak utama Peng Lai.’
[Peng Lai adalah surga para dewa dalam dongeng Tiongkok]
Syair Ketiga:
‘Jangan muak dengan frekuensi pengejaran kebahagiaan dan kenikmatan.
Kontemplasi liar dapat menghancurkan jiwa.
Kebahagiaan dapat dihitung saat santai dengan jari tangan.
Seorang yang sukses dapat ditemukan di antara orang awam’
Lu Dongbin terkesima dengan raut wajah tua, kualitas syair dan gaya dari orang asing tersebut. Dia mendekat dan menghaturkan hormat. Pendeta Tao tersebut berkata, “Pertama, berkenankah Anda menulis sebuah syair, sehingga saya bisa menilai cita-cita Anda?”
Lu Dongbin menerima pena dan menulis:
“Saya terlahir di sebuah keluarga sarjana Konfusianis pada periode damai.
Saya merasa, pakaian pejabat kerajaan terlalu berat, dan lebih memilih mengenakan pakaian petani.
Apakah arti dari mengejar, berusaha keras untuk nama dan harta?
Ada langit berdaulat Yu Qing untuk dilayani.’
[Yu Qing adalah istana kerajaan di sorga pada dongeng Tiongkok kuno]

Setelah membaca syair tersebut Pendeta Tao berkata, “ Saya adalah Yun Fang dari Bukit Heling, Gunung Zhongnan. Maukah Anda pergi dengan saya, untuk berkultivasi Tao?” Tetapi Lu Dongbin menolaknya.
Walau demikian, Yun Fang dan Dongbin bermalam di penginapan yang sama. Ketika, Yun Fang memasak makanan untuk Lu Dongbin, Dongbin seketika itu tertidur. Dia bermimpi di mana dia lulus ujian kerajaan dengan nilai tertinggi. Dia kemudian memperoleh jabatan pemerintahan yang tinggi, dan menikahi dua orang putri dari keluarga yang kaya. Dalam mimpinya, Dia memiliki banyak anak cucu, selir dan pelayan. Empat puluh tahun kemudian, Dia menjadi Perdana Menteri dan memegang kekuasaan penting selama berpuluh-puluh tahun. Namun, Dia melakukan kejahatan serius, sehingga semua harta kekayaannya disita. Dia dipisahkan dari istri dan anak-anaknya. Sendiri di atas pelana kuda, ditiup angin dan salju, Dia menyesali hidupnya dan menghela nafas panjang. Kemudian, Dia tiba-tiba terbangun, menyadari bahwa itu hanyalah sebuah tidur siang yang singkat, di sebelahnya, nasi pun belum selesai dimasak. Yun Fang pun tersenyum dan menyanyikan sebuah syair,
“Saat beras masih dimasak, Kamu telah menyelesaikan hidupmu dalam satu mimpi”
Dongbin terkejut mendengar perkataannya, lalu bertanya, “Tuan Yun Fang, Anda tahu tentang mimpi saya?” Yun Fang menjawab,”Mimpimu penuh dengan pergolakan, penuh kehormatan dan aib. Lima puluh tahun bukanlah apa-apa, itu hanyalah sekejap mata. Karena itu, perolehan dan kehilangan dalam hidup yang sangat singkat tidaklah berarti apapun. Setiap orang harus melalui sesuatu yang disebut kesadaran penuh dan pencerahan untuk mengerti bahwa hidup hanyalah sebuah mimpi.” Dongbin akhirnya mengerti bahwa mimpinya adalah sebuah petunjuk, dan menjadi tercerahkan. Diapun mohon untuk diangkat sebagai murid, untuk belajar seni menyelamatkan makhluk hidup di dunia. Untuk menguji niat Dongbin, Yun Fang berkata padanya, “pikiran dan jiwamu berada jauh terpaut dengan tingkatan dewa. Kamu perlu berkultivasi beberapa kehidupan untuk mencapai pencerahan.” Setelah bersedia mengikuti cara Yun Fang, Lu Dongbin segera meninggalkan hidupnya dan hidup menyepi menjalani kultivasi. Setelah Dongbin menjadi murid Yun Fang, Dia diberi 10 ujian.

Ujian pertama:
Ketika Lu Dongbin kembali dari perjalanan panjang, Dia menemukan semua anggota keluarganya telah meninggal karena penyakit. Lu Dongbin tidak menyesali perjalanannya, seketika itu Dia mempersiapkan peti mati untuk proses kremasi. Ajaibnya, semua keluarganya kemudian kembali hidup sehat tanpa penyakit apapun.


Ujian Kedua:
Lu Dongbin pergi ke kota untuk menjual barang dagangan. Setelah mencapai kesepakatan harga, Si Pembeli mengingkari kesepakatan dan hanya membayar setengah harga. Lu Dongbin sama sekali tidak berdebat dengan Si Pembeli. Dia mengambil uang tersebut, dan pergi meninggalkan barangnya sesuai dengan yang Ia janjikan.


Ujian ketiga:
Suatu hari ketika Lu Dongbin akan meninggalkan rumahnya, Dia bertemu seorang pengemis, menyandarkan kakinya ke pintu depan untuk meminta sedekah. Lu Dongbin secepatnya memberi sejumlah uang. Namun, Si Pengemis bersikeras meminta lebih banyak lagi, dan membentak Lu Dongbin dengan kata-kata kasar. Dongbin hanya tersenyum dan berterima kasih kepada pengemis tersebut.


Ujian keempat:
Lu Dongbin menggembalakan domba di gunung ketika seekor macan menyergap dombanya. Lu Dongbin menggiring dombanya ke hilir gunung. Ketika Lu Dongbin menghalangi dengan badannya, macan kelaparan itupun mengurungkan niatnya.


Ujian Kelima :
Lu Dongbin sedang membaca di pondok jeraminya, ketika dengan tiba-tiba, seorang gadis cantik belia muncul di hadapannya. Gadis itu menjelaskan bahwa ia kehilangan arah ketika hendak menuju kediaman Ibunya. Karena hari sudah gelap dan kakinya tidak kuat berjalan lagi, gadis itu memohon kepada Dongbin untuk diijinkan menginap semalam. Dongbin menyetujuinya. Malam itu, gadis tersebut menggoda Lu Dongbin dengan berbagai cara, agar mau tidur bersama. Tetapi, tak satupun berhasil. Lu Dongbin benar-benar mengacuhkannya. Setelah mencoba selama tiga hari, gadis tersebutpun pergi dengan membawa kegagalan.


Ujian Keenam:
Suatu hari, Dongbin meninggalkan rumahnya pergi ke desa tetangga. Ketika pulang, Dia mendapati rumahnya telah dirampok. Si Perampok mengambil semua barang, bahkan tidak meninggalkan satu barang berhargapun untuk sarapan pagi. Dongbin tak sedikitpun kecewa. Sebaliknya, Dia bekerja keras mengolah sawahnya untuk bertahan hidup. Suatu hari, ketika menggali tanah, Dia menemukan banyak uang emas. Seketika itu, Dia mengubur kembali seluruhnya, tidak mengambil satu keping emaspun yang bukan miliknya itu.


Ujian Ketujuh:
Lu Dongbin bertemu dengan tukang loak dan membeli beberapa keping tembaga darinya. Ketika tiba di rumah, dan membersihkannya Dia melihat beberapa keping tembaga itu ternyata adalah kepingan emas. Dia kemudian mencari Si penjual dan mengembalikan semua keping emas itu.


Ujian kedelapan:
Seorang biarawan sedang menjual obat di pasar. Menurut promosinya, siapapun yang menelan pilnya akan mati seketika, dan bereinkarnasi memperoleh Tao. Sepuluh hari telah lewat, tetapi tak seorangpun membeli obatnya. Dongbin membeli obat tersebut. karena ingin menolong. Biarawan itu kemudian berkata, “Kamu perlu mempersiapkan pemakaman secepatnya.” Namun, setelah meminum obat itu, Lu Dongbin tetap hidup dan sehat.


Ujian kesembilan:
Saat itu musim semi, ketika air sungai meluap sampai ke tepi. Dongbin menyeberangi sungai bersama dengan sekelompok orang. Ketika mereka menempuh setengah perjalanan, angin kencang meniup air sungai, menghasilkan gelombang bergulung. Semuanya panik, kecuali Dongbin yang duduk tegak, tanpa gentar sedikitpun.


Ujian Kesepuluh:
Lu Dongbin tengah duduk di tengah sebuah ruangan, ketika dengan tiba-tiba, hantu berbagai wujud dan ukuran tampak di depan matanya. Beberapa ingin menyerangnya, sedangkan yang lain berusaha membunuhnya. Namun, tak sedikitpun dia tergerak. Kemudian, puluhan Yaksah, roh berhati iblis dalam Buddhisme, muncul menyeret terdakwa berlumuran darah dengan luka menganga. Si Terdakwa menangis berteriak, “Di kehidupan sebelumnya, Kau membunuhku, sekarang Kau harus membayarnya.” Lu Dongbin menjawab, “Pembunuhan harus dibayar dengan kematian.” Lu Dongbin kemudian mencari pisau, bersiap untuk bunuh diri, dan membayar hutangnya. Tiba-tiba lagi, ada tangisan keras di udara dan semua hantu lenyap. Seseorang tertawa keras, sambil turun dari angkasa. Dia adalah Yun Fang. Dia berkata, “ Aku telah mengujimu sepuluh kali dan kamu tetap tak tergerak. Aku yakin kamu memiliki bawaan dasar untuk menjadi dewa dan memperoleh Tao.
Kemudian, Lu Dongbin mengikuti Yun Fang ke Bukit Heling, Gunung Zhongnan, di mana Yun Fang mengajarkan ajaran sejati dari Tao. Segera, dua dewa, Zen Siyuan Qing Xi dan Pendeta Tao Shi Tai Hua, terbang dengan awan ke Bukit Heling. Setelah bertegur sapa dengan Yun Fang, mereka duduk bersama. Pendeta Tao Shi bertanya, “siapakah pemuda yang duduk di samping ini?” Yun Fang menjawab, “ Putra Lu, Gubernur Hai.”
Yung Fang kemudian meminta Dongbin maju ke depan, memberi hormat kepada dua dewa tersebut. Setelah dua dewa itu pergi, Yung Fang memberi tahu Dongbin, “Aku akan pergi menghaturkan hormat kepada Sang Penguasa, dan mengajukanmu sebagai dewa. Kamu harus pergi. Dalam sepuluh tahun, Aku akan menunggumu di danau Dong Ting.”
Yung Fang kemudian memberkahi Lu Dongbin Dharma Ling Bao Hua dan menyerahkan beberapa pil abadi. Saat itu, dua dewa datang dan membacakan lembaran emas kepada Yun Fang, “Sang Penguasa dengan maklumat kerajaan memilihmu sebagai dewa dari Istana Sembilan Intan. Kamu akan segera memulai perjalananmu.”
Yun Fang berkata pada Dongbin, “Aku harus mematuhi maklumat dan pergi menemui Sang Penguasa. Kamu harus mensyukuri kesempatanmu di alam manusia. Terus berkultivasi dan ciptakan kebajikanmu. Pada akhirnya, kamu akan menerobos dan menjadi dewa sepertiku.”
Lu Dongbin membungkuk sekali lagi kepada Yun Fang dan berkata, cita-cita saya berbeda dengan cita-cita Anda, Tuan. Saya ingin menyelamatkan semua makhluk hidup sebelum pergi ke sorga.” Kemudian,Yun Fang pergi perlahan, mengendarai awan.

Dongbin mengembara ke selatan ke arah sumber Sungai Li. Ketika sampai pada menara lonceng Gunung Lu, Dia bertemu dengan Zhu Rong yang mengajarinya ilmu pedang Tiandun. Zhu Rong mengaku, “ Aku Pendeta Tao tertinggi di Dalong. Dahulu, Aku sering kali memusnahkan iblis jahat dengan pedang ini. Sekarang, akan Aku berikan pedang ini untuk memutuskan kekhawatiranmu.”


Setelah itu, ketika Dongbin mengunjungi Sungai Yang Zi dan daerah Sungai Huai untuk pertama kalinya, Dia membunuh siluman sungai dan mencicipi kekuatan pedang itu. Sepuluh tahun kemudian, Dia sampai di danau Dong Ting. Ketika, Lu Dongbin mendaki menara Yue Yang, Yun Fang tiba-tiba turun dari langit, memberitahunya, “Aku telah datang memenuhi janjiku sebelumnya. Sang Penguasa telah mengijinkan keluargamu untuk tinggal di Prefektur Goa di Sorga. Namamu telah ditambahkan ke daftar Yu Qing.”


Menurut legenda, Dongbin menampakkan diri selama 400 tahun di dunia manusia. Dia sering kali berkelana di antara pegunungan dan daerah rawa-rawa di provinsi Hunan dan Hubei, terutara dekat sungai Yang Zi Jiang dan Huai He. Pada tahun Zheng He, di bawah kepemimpinan kaisar Hui dari Dinasti Song, Lu Dongbin disebut-sebut sebagai “Sang Tao Agung dan Sejati”


Seorang praktisi harus bisa menahan segala macam ujian yang menghantam hati dan merugikan kepentingan pribadinya. Ujian-ujian ini dirancang, untuk memastikan bahwa seorang praktisi tetap teguh pendirian, dalam mengkultivasi sifat welas asihnya. Lu Dongbin menghadapi 10 ujian. Setiap tes tersebut mengancam kepentingan pribadinya, dan bahkan nyawanya. Tetapi, dengan pikiran lurusnya, Lu Dongbin lulus semua ujian dengan mengagumkan. 

Sumber : erabaru.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar