Rabu, 08 Desember 2010

Zhuge Liang

Zhuge Liang adalah ahli strategi militer dari negara Han
pada zaman Tiga Negara (220-280 A.D.). Dia adalah ahli strategi yang paling
cerdik dan terkenal dalam sejarah Tiongkok. Dia acapkali dilukiskan sedang
memakai sebuah jubah dan memegang kipas yang terbuat dari bulu burung
bangau.

Ketika Zhuge Liang berumur 9 tahun, dia masih tidak dapat berbicara.
Keluarganya sangat miskin. Ayahnya menyuruh dia menggembalakan domba di
dekat sebuah bukit di sebuah gunung. Di atas gunung ada sebuah kuil Pendeta
Tao dimana tinggal seorang Pendeta Tao tua dengan kepala penuh dengan uban.
Setiap hari Pendeta Tao tersebut berjalan-jalan santai di luar kuil. Ketika
ia berjumpa Zhuge Liang, dia mencoba berkomunikasi dengan anak laki-laki
tersebut dengan menggunakan isyarat tangan. Zhuge Liang juga senang
"berkomunikasi" dengan Pendeta Tao tersebut dengan isyarat tangan. Pendeta
Tao itu menjadi sangat menyayangi Zhuge Liang yang pintar dan menawan itu.
Dia mulai mengobati masalah kebisuan anak laki-laki itu. Tidak lama kemudian
Zhuge Liang bisa berbicara!


Zhuge Liang sangat gembira ketika akhirnya dia bisa bicara. Dia pergi
mendaki menuju ke kuil Pendeta Tao tersebut untuk mengucapkan terima kasih.
Pendeta Tao tersebut memberitahukannya, "Ketika kau pulang ke rumah, katakan
pada orang tuamu bahwa saya mengangkatmu sebagai murid dan saya akan
mengajari kamu membaca. Saya juga akan mengajarimu seni astronomi, geografi
dan menerapkan teori Ying dan Yang di dalam strategi militer. Jika orang
tuamu setuju, kamu harus hadir di sekolah setiap hari dan kamu tidak boleh
membolos!"

Sejak saat itu, Zhuge Liang menjadi murid Pendeta Tao tua tersebut. Hujan
atau terang, Zhuge Liang akan mendaki gunung untuk menerima pelajarannya.
Dia adalah seorang anak yang sangat pintar dan rajin yang sangat serius
dalam pelajarannya. Dia juga mempunyai daya ingat yang sangat tajam. Pendeta
Tao tersebut tidak pernah harus mengajari segala sesuatunya sampai dua kali.
Dengan sendirinya Pendeta Tao tersebut menjadi semakin menyayanginya.

Delapan tahun berlalu dengan cepatnya dan Zhuge Liang menjadi seorang
remaja.

Suatu hari ketika Zhuge Liang seperti biasanya turun gunung, dia melewati
sebuah biara yang telah ditinggalkan, terletak di tengah-tengah gunung.
Tiba-tiba datang hembusan angin yang sangat kuat, diikuti dengan badai
petir. Zhuge Liang tiada pilihan lain selain berlari masuk ke biara yang
telah ditinggalkan itu untuk menghindari badai. Di sana ada seorang wanita
muda yang belum pernah dijumpai keluar untuk bertemu dengannya. Dia memiliki
sepasang mata yang besar dan alis yang tipis. Dia begitu cantiknya
sampai-sampai Zhuge Liang hampir salah mengiranya adalah seorang dewi. Dia
segera tertarik dengan wanita muda tersebut.

Ketika badai berhenti, wanita cantik itu menemui dia di depan pintu dan
berkata padanya dengan tersenyum, "Karena sekarang kita sudah saling
berjumpa. Kamu bebas untuk mampir dan menikmati secangkir teh kapanpun kau
ingin beristirahat dalam perjalananmu turun atau naik ke gunung." Begitu
Zhuge Liang berjalan keluar dari biara itu, dia merasa curiga. "Mengapa saya
tidak mengetahui ada orang yang tinggal di biara ini sebelumnya?" pikirnya.

Sejak hari itu, Zhuge Liang mulai sering mengunjungi biara tersebut. Setiap
kali wanita cantik itu selalu menghiburnya dengan ramah tamah. Dia memasak
makanan yang enak untuknya dan selalu membujuknya untuk tinggal lebih lama.
Setelah makan malam mereka selalu berbincang-bincang dengan seru dan bermain
catur. Dibandingkan dengan kuil Pendeta Tao, biara tersebut bagaikan surga.

Selalu memikirkan wanita itu mengalihkan perhatiannya dari pendidikannya dan
dia mulai kehilangan semangat untuk belajar. Dia semakin lama semakin kurang
perhatiannya terhadap ajaran dari Pendeta Tao. Dia juga menjadi pelupa dan
mengalami kesulitan dalam mempelajari buku pelajaran baru.

Pendeta Tao tua itu menemukan masalahnya. Suatu hari dia memanggil Zhuge
Liang dan menarik napas panjang. "Lebih mudah menghancurkan sebuah pohon
daripada menanam sebuah pohon!" ujarnya. "Saya telah menyia-nyiakan banyak
tahun untuk kamu!"

Zhuge Liang menundukan kepalanya karena malu dan berkata, "Guru, saya tidak
akan mengecewakan anda lagi atau menyia-nyiakan ajaran anda!"

"Saya tidak mempercaimu," kata Pendeta Tao tua. "Saya tahu kamu adalah
seorang anak yang sangat cerdas, karena itu saya ingin mengobati penyakitmu
dan memberimu sebuah pendidikan yang layak. Delapan tahun terakhir ini kamu
telah sangat dalam pendidikanmu, jadi saya berpikir bahwa kerja keras untuk
mendidikmu adalah pantas. Tetapi sekarang kamu melalaikan pendidikanmu.
Bagaimanapun pandainya kamu, kamu tidak dapat kemana-mana jika kamu
terus-menerus seperti ini! Sekarang kamu berjanji padaku untuk tidak akan
pernah lagi mengecewakan aku. Bagaimana saya dapat mempercayai kata-katamu?"


Pendeta Tao tua melanjutkan, "Semua ada penyebabnya." Kemudian dia menunjuk
ke sebatang pohon yang terbungkus oleh banyak tumbuhan merambat yang tebal
di halaman. "Lihat pohon itu," katanya. "Mengapa kamu pikir pohon itu
setengah hidup dan sedang berjuang dalam setiap pertumbuhannya?"

"Tanaman merambat yang melilit pohon menghalangi pertumbuhannya!" jawab
Zhuge Liang.

"Tepat sekali! Pohon ini mengalami kesulitan untuk tumbuh di gunung cadas
dengan tanah yang sedikit ini. Tetapi dia tetap tumbuh karena dia teguh
untuk mengembangkan akar dan cabangnya. Dia tidak takut udara panas maupun
dingin. Tetapi, ketika tanaman merambat membungkusnya, dia tidak dapat
tumbuh lebih tinggi lagi. Lucukan bagaimana tanaman merambat yang lembut itu
bisa mengalahkan pohon yang tinggi dan tegap itu!"

Zhuge Liang sangat pintar, jadi dia segera memahami apa yang dimaksud oleh
Gurunya. Dia bertanya, "Guru, anda mengetahui kunjungan saya ke biara itu"

Pendeta Tao tua berkata, "Hidup di dekat air, seseorang akan mempelajari
sifat alami ikan. Hidup di gunung, seseorang akan mempelajari bahasa burung.
Saya telah mengamati kamu dan tingkah lakumu. Bagaimana mungkin hubungan
asmaramu luput dari perhatianku?"

Dia berhenti sebentar sebelum memberitahukan muridnya dengan tatapan yang
serius, "Biar kuberitahu kamu kebenaran mengenai wanita cantik itu. Dia
bukan manusia. Dia adalah burung bangau dewa di surga. Dia telah diusir
keluar dari istana langit sebagai hukuman karena telah mencuri dan memakan
buah persik Ratu Langit. Dia datang ke dunia manusia dan menjelma menjadi
seorang wanita cantik. Dia adalah bangau dewa yang telah rusak moralnya yang
tahunya hanya mencari kesenangan. Kamu telah terpedaya oleh penampilannya,
kamu telah menyia-nyiakan tidak hanya waktumu saja. Jika kamu membiarkan
dirimu kehilangan kemauanmu, kamu akan kehilangan segalanya! Selain itu,
jika kamu tidak menuruti kehendaknya, akhirnya dia akan menyakitimu.

Sampai waktu itu Zhuge Liang baru menyadari keseriusan dari petualangannya.
Dengan cemas dia meminta gurunya cara mengatasinya.

Pendeta Tao tua berkata, "Bangau dewa tersebut mempunyai kebiasaan pada
tengah malam menjelma kembali ke bentuk semulanya dan terbang ke sungai
langit untuk mandi. Ketika dia menjauhi biara, kamu harus masuk ke kamarnya
dan bakar jubahnya. Dia mencuri jubah tersebut dari Istana Langit. Tanpa
jubah, dia tidak akan dapat menjelma menjadi seorang wanita cantik.

Zhuge Liang berjanji untuk mengikuti instruksi Gurunya. Sebelum ia pergi,
Gurunya memberikan sebuah tongkat dengan ukiran kepala naga di ujung
atasnya. Dia memberitahu Zhuge Liang, "Ketika bangau dewa tersebut
mengetahui kebakaran di dalam biara, dia akan segera terbang kembali dari
sungai langit. Dia akan menyadari bahwa kamu telah membakar jubahnya dan
akan menyerang kamu. Ketika itu terjadi, kau harus memukulnya dengan tongkat
ini! Sangatlah penting untuk kau ingat dan mengerjakan apa yang telah aku
beritahukan kepadamu!"


Tengah malam, diam-diam Zhuge Liang pergi ke biara tersebut. Dia membuka
kamar wanita itu dan menemukan jubahnya di atas ranjang. Dia segera membakar
jubah tersebut.

Ketika bangau dewa sedang mandi di sungai langit, tiba-tiba dia merasa
jantungnya sakit. Dia melihat ke arah biara dan melihat api. Dia segera
terbang ke bawah dan melihat Zhuge Liang telah membakar jubahnya. Dia
menghampiri Zhuge Liang dan berusaha menyerang matanya dengan paruh. Zhuge
Liang mempunyai reflek yang cepat. Dia mengangkat tongkatnya dan memukul
jatuh bangau dewa. Kemudian dia menangkap ekor bangau itu. Bangau dewa itu
memberontak dan berhasil meloloskan diri, tetapi dia kehilangan bulu ekornya
pada Zhuge Liang.

Dia menjadi seekor bangau dengan ekor botak. Dia menjadi malu dengan
penampilannya, sehingga dia berhenti mandi di sungai langit. Dia juga tidak
berani memasuki Istana Langit untuk mencuri jubah lagi, jadi dia tidak punya
pilihan lain selain tetap tinggal di dunia manusia selamanya dan hidup
diantara bangau biasa.

Untuk mengingatkan dirinya sendiri akan pelajaran ini, Zhuge Liang menyimpan
bulu ekor bangau itu.

Sejak hari itu, Zhuge Liang menjadi semakin rajin. Dia akan menghafal semua
yang diajarkan oleh Gurunya dan semua buku pelajaran. Dia benar-benar
menyerap apa yang telah dipelajarinya dan dapat menerapkannya dengan mudah.
Setahun telah lewat. Tepat pada hari ia membakar jubah bangau dewa setahun
yang lalu, pendeta Tao tua memberitahukannya dengan sebuah senyuman lebar,
"Muridku, kau telah belajar dibawah pengawasanku selama sembilan tahun. Saya
telah mengajarimu semua yang harus kau pelajari dan kamu telah mempelajari
semua buku pelajaran di sini. Ada sebuah pepatah, "Guru membawamu ke pintu
masuk, dan terserah padamu untuk berlatih kultivasi.' Sekarang kamu berusia
18 tahun. Sudah saatnya kamu meninggalkan rumah dan mengembangkan karirmu!"

Ketika Zhuge Liang mendengar bahwa ia telah menyelesaikan pendidikannya, dia
memohon gurunya untuk mengajarinya lagi. "Guru! Semakin banyak saya belajar,
saya merasa semakin rendah hati. Saya merasa masih banyak yang harus saya
pelajari dari anda!"

"Pendidikan sejati berasal dari kehidupan nyata. Kau harus belajar
menerapkan pengetahuanmu didalam kehidupan dan merancang pemecahan yang
berbeda untuk situasi yang berbeda! Sebagi contoh, kau telah belajar sebuah
pelajaran yang penting dari kunjunganmu dengan bangau dewa bahwa seseorang
tidak seharusnya tergoda oleh nafsu atau perasaan. Ini adalah pelajaran
berguna yang diperoleh dari pengalaman nyata. Dengan hal itu didalam
pikiran, kamu tidak akan dibuat binggung oleh permukaan maya dari dunia ini.

Berhati-hatilah dalam setiap tindakanmu. Kamu harus melihat segalanya dalam
bentuk sejatinya. Ini adalah nasihat perpisahan saya kepadamu! Saya akan
meninggalkanmu hari ini."

"Guru, kemana Anda akan pergi?" dengan heran Zhuge Liang bertanya. "dimana
saya dapat menemuimu atau mengunjungimu di kemudian hari?"

"Saya akan keliling dunia dan tidak akan menetap lagi."

Tiba-tiba Zhuge Liang merasakan air mata yang hangat menetes dari matanya.
Dia berkata, "Guru! Sebelum anda pergi, anda harus memberikan aku kesempatan
untuk bersujud kepada anda dan berterima kasih kepada anda atas pendidikan
yang anda berikan padaku!"

Kemudia Zhuge Liang bersujud kepada Gurunya. Ketika dia berdiri, Pendeta Tao

tersebut telah menghilang.


Pendeta Tao itu meninggalkannya sebuah jubah dengan gambar patkwa. Zhuge
Liang sering memikirkan Gurunya; karena itu, ia sering memakai jubah dengan
gambar patkwa sebab memberikannya perasaan bahwa Gurunya berada di
sampingnya.

Zhuge Liang tidak pernah lupa nasihat Gurunya, terutama nasihat
perpisahannya. Dia membuat kipas dari bulu ekor bangau dewa untuk
mengingatkan dirinya sendiri untuk sangat berhati-hati seumur hidupnya. Ini
adalah cerita dibalik kipas bulu terkenal yang dibawa oleh Zhuge Liang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar